Wednesday, February 15, 2012

3:56 PM

Syeikh Ja’far Subhani menulis dalam Wahabiyyah fii al Mizan : bahwa kaum Muslimin pada masa nabi dan masa sesudahnya,senantiyasa bertawasul dengan Auliya dan dengan maqam serta kedudukan mereka disisi Tuhan.Beliau mencontohkan beberapa hadits dan riwayat :

  • Ibn Atsir Izzudin Ali bin Muhammad, wafat tahun 630 dalam bukunya “USUD AL GHABAH FI MA’RIFA ASH SHABAH” menulis: Umar bin Khatab meminta hujan dikala paceklik memuncak,maka Allah memberi mereka hujan sehingga suburlah bumi.Umar menghadap kepada orang banyak dan berkata:”Demi Allah. Abbas adalah perantara kita kepada Allah dan ia mempunyai kedudukan di sisiNYA.

    Hasan bin Tsabit kemudian berkata:

    Di kala paceklik sudah merata disemua tempat,sang imam memohan hujan

    Maka segarlah orang orang dengan cahaya Abbas,paman nabi serta sejawat ayah beliauYang telah mewarisi maqam dan keudukan darinya Allah menghidupkan bumi

    Maka hijaulah bumi setelah keputussaan.

Dan ketika air hujan merata diseluruh tempat,orang orang bertabaruk(meminta berkah) dengan mengusap badan Abbas, seraya berkata: ” Selamat bagimu,wahai pemberi minum Haramain

Dengan memperhatikan riwayat diatas,sebagian darinya juga terdapat dalam Shahih Bukhari,kita dapat memahami bahwa salah satu dari sunstansi Tawasul adalah menjadikan orang orang yang terhormat yang memiliki kedudukan disisi Allah sebagai perantara,agar dapat membuat orang yang berdoa dan orang yang bertawasul itu dekat dengan Allah.

Allah menegaskan dalam frimanYA untuk senantiasa menemani para wali:”Hai orang orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang orang yang benar (QS al taubah [9]:119).Dan DIA menganjurkan kepada kita untuk mengikuti kepada orang orang yang kembali kepada NYA dengan tobat (QS Luqman [31]:15).Nabi saw besabda kea pada al farasi,tentang meminta minta,:”Jika kau memang harus meminta minta,mintalah kepada orang yang baik”( IN kunta la budda sa’ila fas’al al shalihin ).Dengan demikian mendatangi orang saleh untuk bertawasul hukumnya sunah dalam islam.

Selajutnya syeikh Muhammad Hisyam kabbani menjelaskan;sebagian orang mengira bahwa doa seorang wali hanya akan dikabulakn saat ia masih hidup dan ia tidak akan dapat menolongmu jika sudah mati.Mereka beranggapan bahwa orang suci,syeikh atau wali adalah sumber pertolongan,padahal,hanya Allah yang menjadi sumber keberkahan,bukan manusia.Karena itu meyakini bahwa Allah hanya akan memberi saat wali masih hidup dan tidak memberi jika ia sudah meninggal sama saja dengan mengatakan bahwa sumber tertinggi adalah manusia,bukan Allah.Sebenarnya hanya Allah yang memberi pertolongan baik ketika wali itu masih hidup ataupun sudah wafat.


Telah menjadi bagian keyakinan umat islam bahwa abdal,atau para wali pengganti disebut karena nabi bersabda:”Tak seorangpun dari mereka mati kecuali Allah menggantinya dengan yang lain”.Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani mengutip tulisan Ibn Taimiyah dalam kitabnya: AQIDAH WASITIYYAH.:

  • Penganut islam sejati adalah kaum sunni.diantara mereka terdapat para wali yang benar (shidiqqin),syuhada dan orang saleh.Diantara mereka orang yang dapat petunjuk dan cahaya,yang integritasnya kuat dan kebaikanya nyata.Para pengganti (abdal) dan pemimpin agama terdapat ditengah tengah mereka dan kaum muslimin berada di bawah bimbingan mereka.inilah kelompok yang beruntung yang mengenai mereka nabi saw bersabda:”Ada satu kelompok dalam umatku yang kukuh dalam kebenaran.Mereka tak akan dimudlaratkan oleh orang orang yang menentang maupun yang mengabaikan mereka sejak kini hingga hari kiamat”.*)Ibn Taimiyyah,’Aqidah Wasithiyyah,(edisi salfiyah ),h 36.

Imam syaukani berkata dalam makalah al Durr al Nadid fi Ikhlash Kalimah al tawhid :

  • Taka ada ruginya bertawasul melalui nabi, wali atau ulama……….. Sesorang yang datang ke kuburan sebagi peziarah (za’ira ) dan meminta kepada Allah semata dengan berwasilah kepada orang yang yang berada dalam kuburitu, adalah laksana orang yang mengatakan :”YA Allah aku memohon Engkau menyembuhkanku dari ini itu, dan aku berwasilah kepadamu dengan apa yang dimiliki hambaMU yang saleh ini,seperti ibadah kepadaMU,berjuang karenaMU,dan belajar serta mengakjardengan niat yang tulus karenaMU”. Jadi tak diragukan lagi tawasul seperti itu diperbolehkan

Syeikh Ja’far Subhani menambahkan firman Allah untuk penjelasan mengenai tawasul dengan parawali yaitu surat al Maidah ayat 35 :

  • “Wahai orang orang yang beriman,bertkwalah kepada Allah,dan carilah wasilah ( jalan ) yang mendekatkan diri keapadaNYA,dan berjihatlah pada jalanYA supaya kamu mendapat keberuntungan “.(QS al Maidah :35)

Ayat tersebut secara umum mengatakan agar orang mencari perantara,namun tidak dijelaskan perantara macam apa.Kita yakin, bahwa melaksanakan tugas tugas agama merupakan suatu perantara untuk mencapai keberuntungan.Akan tetapi hal itu sebenarnya tidak terbatas pada yang disebut diatas saja.Dengan memperhatikan sejarah dan riwayat riwayat,dapat dikatakan bahwa Tawasul juga merupakan salah satu perantara.Hal ini nampak jelas melalui riwayat permintaan hujan Khalifah kedua dengan pernatara ‘Abbas paman nabi:

  • Ya Allah,kami memohon hujan dariMU dengan pernataraan paman nabiMU dan akmi menjadikan kebaikan kebaikan sebagai syafi’.Ketika itu turunlah rahmat Allah di semua tempat.
  • Berhubung dengan itu ‘Abbas bin ‘Utbah bin Abi lahab berkata:”Dengan berkat pamanku.Allah telah menurunkan hujan bagi tanah Hijaz dan penghuninya,yatiu dikala senja,ketika ‘Umar bertawasul dengan kebaikan kebaikannya”.
  • Hasan bin Tsabit juga mengatakan :menurunkan hujannya dengan cahaya ‘Abbas,

Dari serangkaian riwayat dan hadis dapat dipahami bahwa para sahabat nabi memohon Syafaat dari beliau ,bahkan setelah wafat nabi ,simak peristiwa berikut :

  • Ibn ‘Abbas berkata :”Ketika Amirul mukmini, Ali bin Ahalib,selesai dari memandikan dan mengkafani Rosulullah ia membuka wajah beliau dan berkata:’Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu,sungguh engkau harum,baik ketika hidup maupun setelah wafatmu….. Ingatlah kami disisi Tuhanmu.(Nahjl al Balaghah ,kuthbah ke 230 )
  • Pada waktu rosul meninggal dunia,Abu bakar membuka wajah beliau dan berkata :’Ayah dan ibuku kujadikan tebusanmu, engkau harum pada masa hidup dan setelah wafatmu,ingatlah kami disisi Tuhanmu (kasyf al irtiyab,hlm 265,nukilan dari Khulashah al kalam )

    Riwayat riwayat tersebut menerangkan memohon syafaat adalah boleh,baik pada masa hidup si pemberi syafaat atau setelah meninggal